1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana El Nino and La Nina Pengaruhi Cuaca?

Stuart Braun
3 Mei 2024

Panas ekstrem yang ikut dipicu fenomena El Nino memaksa negara-negara di Asia Tenggara menerbitkan peringatan bahaya dan darurat kekeringan. Bagaimana El Nino dan La Nina berimbas pada pola cuaca di kedua sisi Pasifik?

https://p.dw.com/p/4fQP0
Suhu panas di Manila
Gelombang panas di Manila, Filipina, (26/4)Foto: Aaron Favila/AP Photo/picture alliance

Ketika suhu panas terus melanda Asia Tenggara, masing-masing negara mulai mengeluarkan peringatan bahaya, terutama di Thailand, di mana sengatan panas dilaporkan telah menewaskan 30 orang tahun ini.

Sebagai antisipasi, sekolah-sekolah di sejumlah negara diliburkan. Penutupan sekolah di Bangladesh, misalnya, diperkirakan berdampak terhadap 33 juta anak. Sementara di Filipina, lebih dari setengah provinsi di seluruh negeri melaporkan kekeringan.

Menurut ilmuwan, siklus El Nino yang seharusnya berakhir pada Desember 2023 lalu merupakan penyebab terjadinya panas ekstrem dan kekeringan di Asia Tenggara tahun ini.

Secara umum, Asia mengalami pemanasan lebih cepat dibandingkan rata-rata global dan pada tahun 2023 merupakan wilayah yang paling banyak dilanda bencana akibat cuaca ekstrem.

Tidak cuma di Asia, El Nino juga mendatangkan malapetaka di penjuru Afrika. Pada tanggal 4 April, Presiden Zimbabwe, Emmerson Mnangagwa, mendeklarasikan "darurat kekeringan" dan "situasi pangan yang parah akibat efek El Nino."

Zambia dan Malawi juga sudah mengumumkan darurat kekeringan akibat El Nino yang merusak tanaman pangan di wilayah selatan Afrika.

Fenomena munculnya suhu hangat di Samudera Pasifik, atau El Nino, dikaitkan dengan rekor kenaikan suhu global pada tahun 2023 yang merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat.

Habis El Nino, datanglah La Nina yang membawa suhu dingin dan cuaca basah, serta acap memicu badai dan angin topan.

El Nino exacerbates hot season in South and Southeast Asia

Bagaimana El Nino menyebabkan cuaca ekstrem?

El Nino adalah salah satu fase dalam El Nino-Southern Oscillation, ENSO, sebuah pola iklim yang umumnya terjadi setiap dua hingga tujuh tahun.

Fenomena ini muncul ketika angin pasat reguler, yang bergerak dari timur ke barat, melemah dan bahkan berbalik arah.

Angin ini bertiup melintasi garis khatulistiwa dan membawa udara hangat dari Amerika Selatan menuju Asia Tenggara dan Australia.

Masalahnya, ketika angin pasat membisu, air hangat tetap berada di perairan Amerika Selatan dan tidak mengalir ke barat.

Ketika suhu hangat mengusir aliran air dingin yang biasa terjadi di Pasifik timur, panas tambahan di atmosfer cenderung meningkatkan curah hujan regional dan menyebabkan banjir di bagian utara Amerika Selatan seperti di Bolivia.

Terganggunya distribusi panas air laut akibat El Nino dapat mengubah jalur arus jet alami, alias koridor angin yang melintasi planet dan mengarahkan hujan. Hal ini menyebabkan gangguan iklim secara luas, termasuk terhentinya musim hujan di Indonesia dan India, namun juga berkurangnya aktivitas badai di Atlantik.

Selain itu, El Nino juga ikut menjadi penyebab hujan lebat dan bencana banjir di Afrika Timur pada akhir tahun 2023.

Banjir menewaskan sedikitnya 120 orang dan memaksa 700.000 penduduk di Kenya mengungsi.

Meski demikian, para peneliti meyakini dampak El Nino terhadap curah hujan di Afrika Timur bersifat tidak langsung.

El Nino 2023: Bagaimana Redam Musim Api di Era Krisis Iklim?

La Nina berteman badai dan angin topan

La Nina, fase penting lainnya dalam ENSO, mempunyai efek yang berlawanan dengan El Nino, dengan laju angin timur-barat yang lebih kuat.

Berpindahnya air hangat ke barat Pasifik menyebabkan peningkatan curah hujan di Australia dan Asia Tenggara.

Fase La Nina dapat memicu kekeringan dan kebakaran hutan di kawasan Pasifik timur mulai dari barat daya Amerika Serikat dan Meksiko hingga Amerika Selatan.

La Nina juga biasanya meningkatkan aktivitas badai di Cekungan Atlantik, sebuah fenomena yang diperburuk oleh rekor kenaikan suhu permukaan laut di Samudera Atlantik.

Pemanasan global perparah ENSO

Meskipun La Nina dan El Nino merupakan pola cuaca alami, dampak relatifnya dapat bervariasi bergantung pada waktu, durasi dan pengaruh iklim yang kompleks, termasuk pemanasan global yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Kendati demikian, bukti ilmiah memastikan, perubahan iklim telah membuat kemunculan fenomena ENSO menjadi lebih sering dan intens.

Ilmuwan mengatakan, siklus El Nino dan La Nina kemungkinan akan semakin parah seiring dengan memanasnya permukaan Bumi. Udara yang lebih panas menampung lebih banyak air dan menyebabkan curah hujan yang lebih ekstrem.

Menurut riset, dekarbonisasi total melalui penghapusan bahan bakar fosil secara bertahap adalah instrumen paling ampuh untuk bisa membatasi pemanasan global dan dampak ENSO.

rzn/hp