1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiIndonesia

Konflik Hamas-Israel, Kurs Rupiah Melemah

24 Oktober 2023

Nilai tukar rupiah masih terus melemah terhadap dolar AS. Mata uang negeri Paman Sam bertengger di level nyaris Rp 16.000, tepatnya di Rp 15.930 pada penutupan perdagangan Senin (23/10).

https://p.dw.com/p/4XvuI
kurs rupiah
Nilai rupiah terus melemah, Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan ke level 6% untuk menstabilkan kurs rupiahFoto: Dasril Roszandi/Zuma/IMAGO

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan nilai tukar dolar AS menguat pesat karena didukung kebijakan kenaikan suku bunga tinggi yang terjadi dalam waktu lama di Amerika Serikat (AS).

Menurutnya, kebijakan suku bunga higher-for-longer yang dipraktikkan bank sentral AS, The Federal Reserve membuat banyak arus modal kembali masuk ke AS, baik dalam bentuk pembelian obligasi pemerintah maupun mata uang dolar AS.

"Kita semua tahu fenomena global saat ini dengan Amerika Serikat yang hadapi inflasi yang cukup tertahan tinggi, dan kondisi ekonomi yang cukup kuat, mereka kemudian mengeluarkan signal atau paling tidak dibaca market, bahwa higher for longer itu akan terjadi dan ini yang sebabkan banyaknya capital flowing back to Amerika Serikat," ungkap Sri Mulyani usai melakukan rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (23/10).

Menurutnya, kebijakan AS itu yang membuat dolar AS menguat, bahkan di luar prediksi BI. Sri Mulyani menjabarkan mata uang dolar AS menguat sampai 106 poin, jauh di atas prediksi BI di 93 poin.

Mata uang Asia terdampak

Sementara itu, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menilai mata uang di seluruh Asia memang mayoritas sedang tergencet oleh dolar AS. Faktor penyebab utamanya adalah masih memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah. Perang antara Hamas-Israel belum menemui tanda-tanda mereda.

"Hari ini juga hampir semua mata uang Asia mengalami pelemahan terhadap Dolar AS. Faktor penyebabnya adalah konflik geopolitik Hamas-Israel yang masih terus memanas, dan belum ada tanda-tanda mereda, menyebabkan harga minyak tetap tinggi," kata Edi kepada detikcom.

Lalu pemerintah bisa apa? Sri Mulyani mengatakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus melakukan sinkronisasi kebijakan moneter dan fiskal. Pihaknya juga akan memantau ketat dampak nilai tukar terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

"Agar dalam situasi di mana pemacunya adalah negara seperti Amerika Serikat dampaknya ke ekonomi kita bisa dimitigasi dan diminimalkan. Baik terhadap nilai tukar, inflasi, maupun terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Itu yang terus kita lakukan insentif," pungkas Sri Mulyani.

BI akan mengawal ketat kondisi ini. Edi mengatakan intervensi pasar pasti akan dilakukan oleh pihaknya bila situasi makin gawat.

"Tentunya kami terus mengawal dengan masuk pasar baik di pasar spot maupun pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF)," beber Edi. (Detik) rs

Baca artikel di detiknews.

Selengkapnya  "Dolar AS Gencet Rupiah hingga 'Berdarah-darah', Ternyata Ini Biang Keroknya!"